![]() |
Sumber gambar: pinterest.com |
Sebagai manusia yang pernah bercita-cita menjadi seorang Spider-Man, menyaksikan film terbaru Si Manusia Laba-laba, Spider-Man Homecoming, membuat saya merasa orgasme. Ia begitu segar dan menyenangkan. Dua jam lebih tiga belas menit yang dihabiskan untuk duduk menontonnya seolah tak terasa. Spider-Man Homecoming menjadi obat atas rasa muak yang didapat dari tiga seri terakhir film Spider-Man sebelumnya. Masih ingat bukan bagaimana menyebalkannya Spider-Man 3. Ditambah reboot Spider-Man edisi pertama dalam 2 seri The Amazing Spider-Man yang apalah-apalah itu.
Lalu apakah karena buruknya film Spider-Man sebelumnya yang membuat Spider-Man Homecoming menjadi tampak bagus? Tidak juga. Andaikan, ini berandai-anda saja, tiga film Spider-Man yang saya sebutkan sebelumnya itu bagus pun, dengan penyajian seperti ini, Spider-Man Homecoming pasti akan tetap dibilang bagus. Alasannya sederhana. Ia menawarkan cerita yang berbeda. Sederhana namun orisinil.
Cerita dimulai di waktu beberapa bulan setelah tragedi ‘Civil War’. Sebagaimana yang kita ketahui pada film Captain America edisi ketiga itu, Peter Parker muncul dan ia sudah menjadi Spider-Man. Sehingga di Spider-Man Homecoming kita tidak akan menemukan lagi Peter Parker yang digigit laba-laba yang menjadi awal proses ia menjadi Spider-Man dan kita juga tidak perlu melihat Paman Ben yang meninggal. Oleh karena itu kita tidak perlu melihat Bibi May yang larut dalam kesedihan. Bayangkan, jika di Spider-Man Homecoming ada scene Bibi May (diperankan oleh Marisa Tomei, tante ciamik itu) menangis. Aduh, apa gak sedih hati abang ini.
Cerita menjadi menarik karena meskipun tidak ada bagian yang menceritakan bagaimana Peter Parker mendapat kekuatan Spider-Man, Jon Watts (selaku sutradara) tetap menyuguhkan bagaimana Peter Parker yang seorang anak SMA (di sini Pete masih SMA) berproses menjadi seorang pahlawan super. Konflik-konflik yang dimunculkan dalam proses itu pun menarik. Bagaimana, sih, kita waktu SMA. Jahil, gemar sekali membangkang, alay, cerewet, krisis identitas dan hal-hal lain. Paling utama, di usia tersebut adalah fase di mana kita ingin sekali mendapat pengakuan. Dan di Spider-Man Homecoming, bagian itulah yang kemudian ditekankan dalam pengembangan cerita.
Menariknya ‘ingin sekali mendapat pengakuan’ itu diterjemahkan dengan begitu manis. Bukan tentang ‘aku siapa’ tapi tentang ‘aku bisa’. Sehingga kita tidak akan menemukan Peter Parker ala Andrew Garfield yang mudah sekali menunjukan diri ke khalayak ‘Aku Spider-Man’. Di Spider-Man Homecoming ‘ingin sekali mendapat pengakuan’ itu adalah tentang Peter Parker yang ingin membuktikan kepada Tony Stark/Iron Man (Robert Downey Jr) -mentor Spider-Man sejak Civil War yang kerap menganggap Peter sebagai anak kecil yang belum sanggup menghadapi masalah besar di belantika hidup superhero.
Dan beri tepuk tangan yang meriah untuk Tom Holland. Meskipun tidak menyuguhkan selera humor yang baik. Peter Parker versi Tobey Mc Guire terlalu melekat di benak saya. Ia sedikit banyak memperlihatkan sosok Peter dalam komik yang nerd, kikuk, polos (jika terlalu buruk untuk saya sebut bloon), namun jenius. Andrew Garfield lebih pantas ikut menjadi peserta Katakan Putus atau Rumah Uya ketimbang menjadi Peter Parker. Terlalu cengeng, atuhlah. Meski Spidey versi Andrew, saya akui, lebih ‘Spider-Man’ ketimbang versi Tobey. Dan Tom Holland mengambil versi baik dari keduanya. Spideya-nya dapat, Peter Parker-nya pun keren. Saya sudah memprediksi jika Spider-Man versi Tom Holland akan keren, tapi bagaimana Peter Parker versi Tom Holland. Jawabannya saya dapat dengan begitu memuaskan di Spider-Man Homecoming.
PENJAHATNYA MANA!!!???
Sebaliknya dengan bagian digigit laba-laba yang menjadi awal mula proses menjadi Spider-Man yang tidak diceritakan. Bagaimana Adrian Toomes (diperankan oleh Michael Keaton) menjadi Vulture diceritakan dengan sederhana namun pas. Pengembangan karakternya tidak terlalu berlebihan. Bahkan, pada salah satu bagian. Siapa sebenarnya Adrian Toomes cukup mengagetkan saya. Pikiran iseng saya menduga jika pemilihan Michael Keaton sebagai Vulture (burung bangkai) dikarenakan keberhasilan ia memerankan tokoh Riggan sang superhero imajiner pada film pememang Oscar: Birdman (2014). Sama-sama burung, kan?
Kegagalan Spider-Man pada tiga seri sebelumnya, terutama pada Spider-Man 3 dan The Amazing Spider-Man 2, adalah jumlah karakter antagonis yang terlalu banyak dengan porsi yang sangat payah. Sialan betul itu Venom di Spider-Man 3 Cuma ‘kebagian’ sedikit banget. Nah meskipun di media promosi baik itu poster, trailer, status media sosial atau lainnya,yang begitu ditonjolkan adalah Vulture sebagai tokoh antagonis utama. Di Spider-Man Homecoming ternyata ada juga beberapa penjahat yang, di dalam komik, kerap kali merepotkan Spidey. Porsinya pun pas. Tidak kurang, tidak berlebihan. Baik Vulture atau pun tokoh antagonis lainnya sama-sama menguatkan isi cerita. Dan, tentu saja, merepotkan Spider-Man.
Selain Ned (diperankan oleh Jacob Batalon) yang menjadi teman dekat Peter Parker, karakter lainnya tidak terlalu mendapat porsi yang banyak. Bibi May hanya mendapat jatah sedikit sekali. Sialnya, di bagian yang sedikitnya itu pun tetap membuat saya berucap: ‘ini tante kok ya cakep amat’. Bahkan Liz (Laura Harrier) yang menjadi teman wanita Peter pun tidak terlalu banyak mendapat sorotan laiknya wanita-wanita Peter pada edisi sebelumnya. Bahkan Tony Stark yang sering disebut akan mendominasi jalan cerita hanya datang sesekali belaka. Jelas, ini bukan film Ironman 4. Meski begitu, dengan jatah yang sedikit, masing-masing karakter tetap dapat membuat Spider-ManHomecoming menjadi menarik untuk ditonton. Apalagi Ned, yang kehadirannya kerap membuat gelak tawa yang meriah. Mary Jane mana??? Tonton saja lah, dan perhatikan dengan saksama.
Bagi Anda pecinta Spider-Man tentu film ini wajib menjadi salah satu yang teratas pada daftar film yang harus Anda tonton sebelum mati. Rasakan sensasi yang berbeda dibandingkan edisi yang sebelumnya.
Namun jika Anda bukan pecinta Spider-Man, atau malah pembencinya, saya rasa Anda tetap harus menonton Spider-Man Homecoming. Agar Sony mendapat keuntungan, dan tidak melakukan reboot lagi. Biarkan Tom Holland menjadi Peter Parker dan berkembang bersamanya. Karena yang saya dengar, jika sampai Spider-Man di-reboot lagi. Orang ini lah yang akan menjadi pemeran Peter Parker berikutnya.
Saya, sih, amit-amit.
Oh, iya. Setelah Bibi May teriak 'WHAT THE FUCK!!!'. Ada dua credit scene yang menarik. Satu untuk cerita pada film Spider-Man selanjutnya. Yang satu lainnya sebagai penyambung kisah Marvel Cinematics Universe.
Suka ulasan filmnya. Three thumbs for Mr. Andhika
ReplyDeleteCredit scene yang terakhir sih bangke banget. 😂
ReplyDeleteSalah satu korban motivasi Bapak Steve
DeleteSpider-Man. Tolonglah.
ReplyDelete