Banyak cara untuk menjadi suami yang baik dan
menyenangkan. Salah satunya adalah dengan rela menonton film yang tidak sesuai
minat asalkan istri bahagia. Karena cinta dan pengorbanan sedemikian sederhana
bagi mereka yang mau. Dan bisa tentu saja. Maka alih-alih menonton The Killing of Sacreed Deer atau Jumanji yang tayang pada periode waktu bersamaan.
Saya memilih untuk menonton Pitch Perfect 3. Demi istri dan kehidupan saya di
rumah nanti.
Mari kita mulai.
![]() |
LAST CALL PITCHES!!!. Gambar IMDB. |
Meskipun film seperti ini bukan jenis film yang
saya sukai. Namun, saya akui saya agak menikmati Pitch Perfect 1 yang rilis
tahun dua ribu dua belas lalu. Dan harusnya film ini berhenti saja di situ.
Tidak perlu dilanjutkan lagi. Karena kemudian film kedua dan ketiganya hanya
melanjutkan pola yang sama. The Barden Bella’s jatuh-saling
instropeksi-jadi juara begitu saja. Tipikal Ultraman yang selalu kalah sebelum
akhirnya tiba-tiba menang setelah ada bunyi tonet-tonet
di dadanya.
Diiringi oleh Toxic-nya Britney Spears. Film ini dibuka dengan pertarungan yang
menjadi salah satu adegan di akhir cerita. Betul, pertarungan. Adegan aksi,
teman-teman. Memang The Barden Bella’s sudah
terbiasa terlibat keributan dengan lawan-lawannya. Tapi kali ini pertarungan
bukan menggunakan pita suara. Kontak fisik. Berantem. Yang menurut saya,
apalah. Untung tidak terlalu lama adegan ini berlangsung sebelum akhirnya
muncul informasi: “dua minggu sebelumnya”
Saya pikir nantinya akan dibuat alur mundur
seperti Memento. Untungnya tidak.
Jadi saya tidak perlu bernyanyi dari lirik paling belakang jika tiba-tiba ada
lagu yang saya hafal.
Lazimnya kehidupan di dunia perkuliahan,
seindah apapun kita alami tetap tidak akan pernah menjadi abadi. Begitu juga
dengan yang terjadi pada The Barden Bella’s.
Meskipun menjadi juara di Piala Dunia Acapella (diceritakan di film kedua, iya
film yang payah itu) tak banyak yang bisa mereka lakukan di kehidupan setelah
lulus kuliah. Kenapa? Sederhana saja, di sepanjang film pertama dan keduanya
tak pernah sekalipun mereka belajar, kan? Hanya bernyanyi, menari dan sedikit cinta-cintaan bagi yang mampu. Jika
kemudian mereka sulit masuk ke dunia kerja, bisa dipahami. Karena tak banyak
pekerjaan yang bisa selesai dengan modal nyanyi dan tari belaka.
Si Cantik Stacie (Alexis Knapp) hamil di luar nikah tanpa pernah tahu siapa
ayah dari anak di kandungnya. Fat Amy (Rebel Wilson) gagal di bisnis jalanannya dan
juga teman-teman yang lain jika saya sebutkan satu persatu hanya menjadikan
saya seolah akun gosip yang gemar sekali mengomentari segala keburukan orang
lain. Dan saya tidak mau itu terjadi. Dan Beca (Anna Kendrick), sebagaimana biasa, Menjadi
satu-satunya anggota The Barden Bella’s yang
bisa hidup waras dengan segala keinginanya: menjadi produser musik. Ya, meski
selanjutnya ia resign di 10 menit
pertama film dimulai.
Anda tahu kenapa alasan Dangdut Acedemy Indosiar hanya menjadikan suara sebagai nilai utama
di kompetisinya?
Karena, meski dangdut itu identik dengan tari
dan joget, tampaknya tidak mungkin untuk bisa membuat sebuah koreografi tari
dalam waktu sedemikian singkat. Jangan lupa, Dangdut Acedemy Indosiar itu tayang setiap hari. Waktu para peserta
habis untuk berlatih olah suara. Nari nanti dululah.
Pertimbangan berikutnya karena untuk
mengometari kualitas suara para peserta saja juri membutuhkan waktu sedemikian
lama. Apalagi harus juga mengomentari tari. Astaga, siklus kehidupan umat akan terganggu,
kawan. Ibu-ibu harus begadang lebih lama, bangun kesiangan sampai lupa bangunin
suaminya untuk kerja. Kemudian suaminya terlambat, 5 kali dalam seminggu. Dan ia
dipecat. Jadi, sudah mengerti kan kenapa alasan Dangdut Acedemy Indosiar hanya menjadikan suara sebagai nilai utama
di kompetisinya?
Tapi The
Barden Bella’s dapat mengubah paradigma tersebut. Tidak butuh waktu lama
untuk membentuk sebuah tarian dan nyanyian yang harmoni. Meski sudah sangat
lama tidak bertemu mereka bisa, tuh, melakukan tur di beberapa kota (atau Negara)
dengan koreografi dan pilihan lagu yang lebih variatif ketimbang di film-film
sebelumnya. Aneh Hebat, kan?
![]() |
Aksi setelah nyanyi dan joget di depan Pantura. Gambar: IMDB |
Jika Anda memang berniat menonton ini hanya untuk
mencari tahu aransemen baru dari lagu-lagu hits.
Trilogi Pitch Perfect memang salah
satu alternative terbaik. Di film yang ketiga ini lebih banyak pilihan lagu
yang … saya tidak tahu. Sisanya? Plot? Dari segi cerita? Polanya sama. Seperti
yang sudah saya sebutkan di atas tadi. Jangan berekpektasi terlalu banyak lah.
Karena film ini tampaknya dibuat hanya untuk merangkum lagu-lagu cover di Youtube dalam bentuk yang lebih
panjang. Dan tentu saja, pertarungan grup accapela vs grup band, seharusnya, tidak mungkin berjalan seimbang, kan? Terutama di bagian sound. Sebagusnya suara bass dari mulut, tidak akan menyamai suara bass aslinya yang tersambung ke sound system. Setidaknya dari segi volume. Di sini? Bebas.
Jika pun ada yang berbeda adalah. Jatah cinta-cintaan yang sekarang diserahkan
ke Chloe (Brittany Snow) dan juga Lily (Hana Mae Lee ) yang jatuh cinta ke pemeran pembantu. Oh, iya. Masih
ada jokes-jokes segmented khas dari Fat
Amy. Tidak selucu, komedi di Thor. Tapi jauh lebih lucu ketimbang komedi di
acara musik pagi negeri ini.
![]() |
Best Moment. Gambar Imdb |
Salah satu momen terbaik memang ada di akhir
film. Eh, ada dua malah. Satu tentang ikatan persahabatan dan rasa ikhlas. Dan
lainnya, yang terbaik di atas segalanya: akhirnya film ini tamat.
0 komentar