Puji Tuhan, akhirnya bisa menulis lagi di blog ini. Aku harus berterima kasih sama film Love For Sale. Karena setelah menonton film tersebut aku jadi enggak tahan untuk enggak menuliskannya. Kontak pertama saya dengan film besutan Andi Bachtiar Yusuf ini terjadi sewaktu secara sendirian aku nonton Black Panther. Waktu itu cuma noton trailernya, dan aku langsung bergumam, “Kayaknya menjanjikan, nih, film.”
![]() |
Sumber: Google |
Dan benar saja, beberapa hari setelah Love For Sale lepas ke bioskop, sambutan khalayak cukup positif. Dan, lagi-lagi, secara sendirian, kuputuskan untuk menontonnya. Film ini sudah menawarkan sesuatu yang sangat ‘real’ di awal film. Bikin cengar-cengir sendiri, lalu tersenyum kecut saking merelate-nya adegan-adegan di dalamnya kepada yang menonton.
Yang statusnya jomblo sabuk item kayak aku mah udah pasti mengutuk dalam hati, “Kampret, ini gua bangat!!!”. Karena bercerita tentang Richard (Gading Marten), seorang bujangan nyaris expired, apatis akan cinta, namun sesungguhnya romantis. Dan semuanya berubah jungkir balik sejak kehadiran Arini yang dikenalnya lewat aplikasi kencan daring(Della Dartyan). Lewat dua lakon ini akan kita saksikan bagaimana siklus sebuah hubungan. Skeptis-Kenalan-Nayaman-Jatuh cinta-Lalu memilih.
Ada yang harus saya puji betul perannya dalam film ini. Pertama sang sutradara, Andi Bachtiar Yusuf. Sebelum Love For Sale, beliau sempat menerbitkan karya film-film bertema sepak bola. Kita pernah tahu ada ‘Romeo, dan Juliet’, yang mengulas rivalitas dua supporter sepakbola, dan lalu menjadi kontroversi. Lalu ada juga ‘Hari Ini Harus Menang’, kali ini tentang sepak bola Indonesia yang penuh bandar judi. Again, ini juga kontroversi, dan sepengetahuanku enggak sempat naik layar bioskop. Lalu tiba-tiba aku dibuat heran dengan nama beliau yang ada di poster film sebagai director. Melihat hasil dari ‘Love For Sale’, Bung Ucup, demikian panggilan akrab beliau yang juga komentator bola favoritku, berhasil keluar dari patron pemikirannya. Di film-film sebelumnya, jelas Bung Ucup ingin menyampaikan kegelisahannya tentang sepak bola secara gamblang dan itu kurang berhasil. Nah, melaui Love For Sale ini kegelisahan itu tetap ada melalui sosok Richard. Richard yang suka bola, jago bikin puisi, tapi susah pede kalau menghadapi wanita. Kritiknya tentang sepak bola terasa halus padahal sarkas. Dan semua orang yang menonton pasti setuju dengan kritiknya. Sepak bola, dan cinta. Ada kah yang lebih indah?
Yang kedua adalah cast di film ini. Utamanya Gading Marten. Jujur, aku tidak tahu Gading Marten pernah main film apa saja. Tapi berani taruhan, Love For Sale adalah lakon terbaiknya sejauh ini. Gading yang biasa kulihat sebagai MC lucu, petakilan, dan terkadang garing sudah tidak ada lagi di sini. Gading betul-betul berada di level berbeda dalam memerankan Richard.Ketusnya, bercandanya, galaunya, terharunya, Gading did it very well. Di beberapa scene, kuterkenang siluet Roy Marten. Jejak legenda memang tak pernah hilang.
Lalu ada juga Della Dartyan pemeran sosok Arini. Pendatang baru. Sebuah taktik jitu untuk memancing penasaran penonton. Untungnya Della tidak terbebani, jadi lepas dan resap dalam memerankan gadis yang bekerja di perusahaan jasa sewa teman kencan. Cowok-cowok jomblo mah udah pasti meleleh disuguhkan kemanjaan sekaligus kedewasaan.
![]() |
Sumber: Google |
Yang sangat unik dalam Love For Sale, dan mungkin jadi alasan kenapa harus menonton film ini adalah, sudut pandangnya yang full dari milik karakter Richard. Jadi film hanya akan berfokus pada apa yang Richard liat, dengar, dan rasakan. Jadi kalau ada hal-hal yang tidak diketahui Richard, ya enggak bakal ada jawabannya sampai akhir film. Jarang loh ada film Indonesia model begini, yang tega membiarkan penonton bertanya-tanya.
Saranku hanya satu, cepat lah menonton film ini. Ini film Indonesia kategori have to watch, namun tipikal yang enggak lama di bioskop dan dapat jatah layar sedikit mengingat saingannya adalah Pacific Rim 2. Skenarionya yang original bukan adaptasi novel laris atau dari kisah nyata, membuat Love For Sale memberi sebuah pencerahan baru. Yang jomblo akan semakin semangat mengejar cinta, yang sudah punya cinta akan semakin gigih mempertahankannya, dan yang sudah kehilangan akan semakin sadar bahwa jalan terbaik adalah dengan merelakannya. Love For Sale, good job!
Saranku hanya satu, cepat lah menonton film ini. Ini film Indonesia kategori have to watch, namun tipikal yang enggak lama di bioskop dan dapat jatah layar sedikit mengingat saingannya adalah Pacific Rim 2. Skenarionya yang original bukan adaptasi novel laris atau dari kisah nyata, membuat Love For Sale memberi sebuah pencerahan baru. Yang jomblo akan semakin semangat mengejar cinta, yang sudah punya cinta akan semakin gigih mempertahankannya, dan yang sudah kehilangan akan semakin sadar bahwa jalan terbaik adalah dengan merelakannya. Love For Sale, good job!
Betul! Filmnya menjanjikan nih karena relate dengan keseharian para perjaka tuwir.
ReplyDeleteKebetulan awal tahun lalu, gue juga kenalan sama si Della yang jadi Arini. Bakalan booming sih tahun ini sebagai aktris pendatang baru. Penampilannya begitu dewasa. Padahal, kalo lihat aslinya masih childish.
Kapan-kapan #BloggerEksis boleh yah numpang nulis review dimarih*
wahhh, boleh banget mas. ditunggu tulisannya.
Delete