Melalui manga
Dragon Ball (1984-1995) yang ia buat, Akira Toriyama secara tidak sadar
menjadikan masa kecil sebagian besar umat manusia menjadi lebih berwarna.
Sekarang, coba tutup mata sejenak. Ingat
kembali apa yang pernah kamu lakukan di masa kecil kamu, mungkin di rentang
usia 5-10 tahun. Seberapa sering tangan kamu pegal setelah mencoba mempelajari
jurus kamehameha? Atau seberapa serak
suara kamu akibat terlalu kencang berteriak demi menjadi manusia Saiyan super? Masih ingat apa yang
orangtuamu katakan ketika memarahi kamu gara-gara memar di hampir sekujur tubuh
hanya karena ingin belajar terbang seperti yang dilakukan Son Goku dan kawan-kawan?
Karena kontribusi dan pengaruhnya yang luar
biasa untuk dunia, seharusnya Toriyama mendapatkan satu-dua penghargaan Nobel
di bidang kesusastraan atau malah mungkin perdamaian. Atau paling tidak,
buatkan lah satu bidang khusus untuknnya. Jika masih sulit juga, sudah kita
sepakati saja ini: bagaimanapun Akira Toriyama pantas disejajarkan dengan para
legenda di dunia.
Tapi seperti layaknya karya legenda yang sering
didaur ulang, Dragon Ball di versi selain manga tidak pernah memberikan kepuasan
yang sama. Terutama film-film bioskopnya. Menonton film-film Dragon Ball, boro-boro
memberikan kemiripan sensasi yang ada, seringkali, saya malah merasa jijik: penistaan
terhadap karya Sang Legenda.
![]() |
Super Saiyan Super: Broly Cover. Sumber gambar: Imdb.com |
Tapi saya dengan film-film Dragon Ball adalah
sebuah Love-Hate Relationship. Ya,
bagaimanapun film-film Dragon Ball tetap akan ditonton, sih. Yang terakhir
adalah Dragon Ball Super: Broly.
Broly sebetulnya bukan karakter asli yang
dibuat oleh Akira Toriyama. Ia, bersama karakter-karakter lain di kebanyakan
film Dragon Ball, adalah pengembangan karakter dari cerita utama yang ditulis
Toriyama di dalam manga. Dan seperti yang sebagian besar dari kita ketahui, Broly
adalah seorang manusia Saiyan yang memiliki anomali tersendiri. Ia memiliki
level kekuatan yang berbeda dengan kaum Saiyan lainnya. Diceritakan, dalam
wujud normalnya Broly memiliki kekuatan yang setara dengan kekuatan Saiyan
dengan wujud monyet besar. Artinya, jika dikalkulasi secara kasar, dalam wujud
normal, Broly memiliki kekuatan lebih kurang 10x lipat dari Goku atau Bezita.
Jika tidak salah ingat, ini adalah kali ketiga
Broly muncul di film Dragon Ball. Meski begitu kamu yang tidak menonton dua
film Broly sebelumnya tidak perlu khawatir merasa bingung, Dragon Ball Super:
Broly berada di timeline dan universe
yang berbeda. Jadi boleh dibilang, Dragon Ball Super: Broly adalah cerita baru.
Karakternya saja yang mengambil dari stok lama.
![]() |
Goku dan Bezita yang gaya. Sumber gambar: Imdb.com |
Broly hadir di waktu yang tidak tepat (jika
terlalu kasar untuk dibilang sangat terlambat) setelah Dragon Ball mengalami
evolusi cerita yang semakin jauh. Apalagi sekarang ini film-film Dragon Ball, melalui
tajuk Dragon Ball Super, tidak lagi menjadi film tunggal melainkan tergabung ke
dalam sebuah universe. Tapi saya memaklumi
keterlambatan Broly. Sebagai salah satu karakter favorit, nilai jual Broly terlalu
berharga untuk dilupakan dari Dragon Ball Super Universe. Dan terbukti, dilansir
dari Boxoffice
Mojo, Dragon Ball Super: Broly menjadi film Dragon Ball dengan pendapatan
tertinggi sepanjang masa. Bahkan ia masuk di jajaran anime yang paling menguntungkan.
Masalahnya dimulai di sini.
Di film sebelumnya, Broly hadir di antara waktu
Cell Saga dengan Majin Buu Saga. Dikalahkan secara susah payah oleh para Z-fighter di timeline tersebut. Jika memperkirakan secara kasar, dari upaya dan
cara bagaimana Z-fighter mengalahkan
Broly kala itu, paling tidak level kekuatan Broly berada sedikit di atas Cell
namun masih di bawah level kekuatan Majin Buu. Yang artinya, masih bisa diatasi
dengan kekuatan Super Saiyan 3. Di Dragon Ball Super Universe, Goku dan Bezita
telah jauh melampaui kekuatan Super Saiyan 3. Bahkan mereka berdua mampu
bertransformasi ke dalam bentuk setara dewa. Tapi di Dragon Ball Super: Broly, kamu
bisa melihat dalam cuplikan film tersebut, Broly pada wujud normal bahkan bisa
mengimbangi atau melampaui kekuatan Super Saiyan God sekalipun.
Penyebabnya adalah porsi pengenalan karakter yang
terlalu cepat, Mungkin demi menghadirkan adegan aksi yang panjang di durasi
film yang singkat. 100 menit film, lebih dari separuhnya adalah adegan baku hantam
antara Broly-Bezita-Goku. Padahal, jika memang durasinya dirasa singkat, masalah
mereka sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. 15 menit dan film
selesai.
![]() |
Super Saiyan God yang dipermalukan. Sumber gambar: Imdb.com |
Untuk penonton baru, mungkin tidak terlalu
menjadi masalah. Tapi bagi penonton Dragon Ball lama dan cukup jeli, banyak
sekali adegan-adegan yang bertabrakan dengan nalar. Seperti misalnya, bagaimana
dan dari mana kekuatan Broly itu didapatkan durasi pertempuran yang ambigu. Dan
banyak hal lain yang ketika film selesai memaksa saya untuk berucap: balikin duit gue.
Dragon Ball Super: Broly tampaknya memang sengaja
dibuat untuk para Dragon Ball die-hard. Karena saya hampir tidak
menemukan faedah ketika menontonnya. Demi memenuhi keingintahuan dari universe timeline Dragon Ball Super?
Tampaknya garis cerita dibuat sedikit terputus, kepingan-kepingan puzzle dari
Dragon Ball Super Universe belum terlalu bagus untuk harus ditonton terus.
Ketinggalan Dragon Ball Super: Broly pun tampaknya tidak akan terlalu
berpengaruh. Sajian aksi yang memukau? The Raid atau The Night Come for Us
jelas lebih membuat penonton bermasturbasi. Tampilan visual animasinya pun
masih terlalu kuno untuk ukuran film
yang dibuat di era sekarang ini.
Selain sebagai keharusan menonton film Dragon
Ball. Tidak ada lagi alasan lain yang bisa saya kemukanan. Uang saya hilang,
waktu saya juga. Bahkan sialnya, mau-maunya juga saya tulis ulasannya.
![]() |
BALIKIN DUIT GUE. Sumber gambar: Imdb.com |
Padahal saya sudah menurunkan ekspektasi ke
tahap yang paling rendah, loh.
mantaps punya! 😎👍
ReplyDelete